Minggu, 30 Oktober 2011

Digital Culture (Budaya Dunia Maya)

Catatan terpenting bahwa, budaya online merupakan kelanjutan dari budaya konsumen digital/virtual. Bentuk-bentuk variatif berkomunikasi semakin tak terelakkan (e-mail, chatting, mailist, facebook, twitter, dan seterusnya). Penggunaan internet sebagai ruang sosial dan budaya di aras virtual mengandalkan terbentuknya korelasi tentang fenomena konsumsi dan gaya hidup virtual, terlebih sejak munculnya komunitas maya. Realitas komunitas maya telah menemukan karakternya yang khas, contohnya komunitas maya Kaskuser yang sudah mencapai jutaan lebih.

James Slevin telah menuliskan artikel di dalam bukunya ‘The Internet and Society’ yang berjudul ‘The Internet and Forms of Human Association’. Ia mengakui konsep “community” atau komunitas sulit ditemukan arti yang sesungguhnya. Namun konsep ini merujuk pada “the communal life of a sixteenth-century village—or to a team of individuals within a modern organization who rarely meet face to face, but who are successfully engaged in online collaborative work.” Slevin membagi dua penggunaan konsep “community” ini, pertama, komunitas dapat dipakai untuk menjelaskan adanya kompleksitas berbagai pertimbangan (pengetahuan/informasi) antara realitas dan ide. Kedua, penggunaan konsep komunitas jauh melebihi dari bentuk baru perkumpulan (asosiasi) manusia (Denis McQuail (ed.), 2002: 148).

Selain dampak dari konsumsi media virtual yang melaju pesat, teknologi media hubungannya dengan konsumsi juga berperan dalam proses produksi budaya massa. Artinya ini lebih dekat pada sebuah industri budaya sebagaimana yang ditunjukkan oleh Adorno dan Horkheimer, bahwa budaya tidak lepas dari dari ekonomi politik dan produksi kebudayaan kapitalis: sebuah paradoks bagi proyek Pencerahan.

Konsep budaya pada kerangka teoritik Cultural Studies, Raymond Williams berpendapat kata budaya/kebudayaan digunakan dalam dua pengertian, pertama sebagai keseluruhan cara hidup, dan kedua, untuk menunjuk pada kesenian dan pembelajaran…kebudayaan itu adalah hal-hal yang dialami dalam hidup sehari-hari (Williams, 1989:4). Oleh karena itu, budaya virtual yang diejawantahkan lewat komunitas maya diciptakan dari praktik keseharian (saling berkomunikasi) di antara para pengguna komputer dengan menggunakan teknologi dengan platform internet. Walaupun begitu, internet yang populer di kalangan awam sejak munculnya HTTP sebagai landasan website, baru sekedar untuk mencari berita atau komunikasi melalui e-mail. Namun segera setelah itu, komunitas maya yang terdiri dari pengguna ‘ordinary people’ juga mulai terbentuk sebagai konsumsi budaya virtual di abad 21.

Pengguna komunitas maya berupa mailing list, newsgroup atau bulletin board, atau versi Indonesia yang paling dikenal adalah Kaskus, di antara semuanya menyediakan ruang dialog, debat, bahkan transaksi jual beli (e-commerse). Sehingga apa yang dikatakan Marshall McLuhan (1964) mengenai ‘global villagehampir dikatakan benar-benar terwujud sekarang ini. Aktifitas berkumpul sekelompok orang yang disatukan oleh minat atau ketertarikan kemudian menciptakan jalinan komunikasi intrapersonal yang terpisahkan dari ruang-ruang dunia nyata (offline) tapi mampu menciptakan sebuah ruang sosial baru (social spheres).

Kehadiran ruang sosial maya memberikan perspektif baru dalam memahami perkembangan teknologi media. Ruang sosial maya ini berguna untuk mengeksplorasi dan menyalurkan segala informasinya tanpa memperhatikan batasan-batasan ruang dunia nyata. Sebagai bentuk alegori dari kesiapan manusia menuju pemahamannya terhadap realitas kesadaran rasionalnya, Plato mengilustrasikan orang yang dipasung di dalam gua yang menemukan bayang-bayang dan cahaya dan orang-orang yang masih terpasung di dalam gua tidak dapat menyaksikan cahaya atau sinar matahari. Kisah ini sekedar menunjukkan adanya pertukaran realitas untuk membedakan mana dunia real (nyata) dan non-real atau maya. Sehingga para filsuf menyebutnya sebagai bentuk “hierarki realitas”.

Pada batas ini, konsumsi barang-barang elektronik media baru (new media) tidak lagi berkutat soal kebutuhan informasi yang juga dikonsumsi, dengan cara mengumpulkan berbagai informasi dari banyak sumber hanya dalam waktu yang relatif singkat, tetapi proses mengumpulkan informasi (information-gathering) ini disebut McLuhan sebagai proses detribalization of society (McLuhan, 1964: 248). Transformasi ruang dan waktu seketika terjadi apalagi itu meluas hingga jutaan orang yang terhubung dalam satu waktu yang sama, “Medium transforms space and time”.

referensi : http://sosbud.kompasiana.com/2010/12/10/konsumsi-dan-budaya-digital-masyarakat-cyber/

0 komentar:

Posting Komentar